Thursday, 8 September 2016

Perkembangan Motorik



BAB II
PENGANTAR

1.       Gangguan Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan massa yang ada pada waktu lahir. Sebelum perkembangan tersebut terjadi, anak akan tetap tidak berdaya.[1]
Perkemabangan fisik atau disebut juga perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kemabangnya kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan motorik ini meliputi perkembangan motorik kasar dan dan motorik halus.
a.       Perkembangan motorik kasar
Kemampuan untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk dalam perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan untuk melakukan gerakan tubuh.
b.      Perkembangan motorik halus
Perkembangan motorik halus adalah perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau hanya sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggungting dan menyusun balok termasuk contoh dalam gerakan motorik halus.[2]
beberapa gangguan perkembangan motorik yang nampak pada anak usia dini:
1.       Berat badan  yang tidak normal dalam perkembangan koordinasi motorik, yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, gangguan neurologis yang didapat maupun konginental (Development Coordination Disorder). Gangguan ini bisa bersamaan dengan kesulitan bicara. 
2.       Saat bayi anak tidak bisa merangkak, kalau merangkak seperti merayap Bila duduk posisi kaki seperti huruf “ w” , Anak tampak aneh dalam berjalan, sering jatuh, tersandung dan menabrak , Lambat belajar berlari, melompat dan naik turun tangga, Kesulitan mengikat sepatu, Kesulitan memasang dan melepaskan kancing, melempar dan menangkap bola , Anak tampak lamban dalam gerak motorik halus & kasar , Benda yang dipegang sering jatuh , Tidak pandai menggambar, tulisannya sangat jelek , Sulit mengerjakan permainan jigsaw, menggunakan permainan yang konstruksional , Sering disebut juga: the clumsy child syndrome , Sering dijumpai kesulitan bersekolah, Pada beberapa kasus bersamaan dengan gangguan perkembangan emosional dan perilaku. 

2.       Kriteria gangguan menurut Pedoman Diagnosis
Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak semata-mata disebabkan oleh retardasi mental atau gangguan neurologis khas baik yang didapat atau yang kongenital (selain dari yang secara implisit ada kelainan koordinasi). Sesuatu yang biasa bahwa kelambanan motorik dihubungkan dengan hendaya dalam kemampuan melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial.
Kriteria Gangguan (Pedoman Diagnosis)
-          Koordinasi motorik anak, dalam gerak halus atau kasar, harus secara bermakna di bawah rata-rata dari yang harus berdasarkan usianya dan inteligensia umum. Keadaan ini terbaik dinilai dengan tes baku dari koordinasi motorik.
-          Kesulitan dalam koordinasi harus sudah tampak sejak dalam fase perkembangan awal (bukan merupakan hendaya yang didapat), dan juga bukan akibat lansung dari gangguan penglihatan atau pendengaran atau dari gangguan neurologis lainnya.
-          Jangkauan dari gangguan yang meliputi koordinasi motorik halus dan kasar sangat luas, dan pola hendaya motorik bervariasi sesuai usia. Tahap perkembangan motorik dapat terlambat dan dapat berkaitan dengan kesulitan berbicara (khususnya mengenai gangguan artikulasi).
Anak tampak aneh cara berjalannya, lambat belajar berlari, meloncat dan naik turun tangga. Terdapat kesulitan belajar mengikat tali sepatu, memasang dan melepaskan kancing, serta melempar dan menangkap bola. Anak tampak lamban dalam gerak halus dan kasar, benda yang dipegang mudah terjatuh, tersandung, menabrak, dan tulisan tangan yang buruk. Tak pandai menggambar, dan silit mengerjakan permainan “jigsaw” menggunakan perlatan konttruksional, menyusun bentuk banginan, membangun model, main bola serta menggambar dan mengerti peta. Sering disebut juga “the Clumsy Child Syndrome”
-          Kesulitan bersekolah dan dijumpai dan kadang-kadang tarafnya sangat berat; dalam beberapa kasus terdapat juga masalah perilaku sosio-emosional, tetapi freuensi dan cirinya tidak banyak diketahui.
-          Tidak dijumpai kelainan neurologis yang nyata (seperti cerebral palsy atau distrofi otot). Pada kebanyakan kasus kelambatan perkembangan neurologis (didapatkan “soft neurological signs” yang dapat terjadi pada anak normal tanpa menunjukkan lokasi lesi). Pada beberapa kasus dapat dijumpai riwayat komplikasi perinatal. Seperti berat badan lahir rendah (lahir prematur).


BAB II
PENYEBAB MUNCULNYA GANGGUAN

Pada usia sekolah di mana aktivitas anak mencapai puncaknya, sangat tinggi kemungkinan terjadinya kelelahan atau kecelakaan yang dapat menimbulkan gangguan motorik. Gangguan perkembangan lain yang banyak muncul pada masa anak anatara lain gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, lambat belajar, gangguan pemusatan perhatian attention deficit disoreder, dan lain-lain.[3]

Ketika anak melakukan aktivitas kemungkinan besar banyak terjadinya faktor-faktor yang dapat menyebabkan perkembangan motorik kasar dan halus terganggu, seperti :

-           kecelakaan yang dapat menyebabkan cacat pada anak sehingga mempengaruhi proses perkembangan motorik anak.
-          obesitas yaitu kelebihan berat badan sehingga anak tidak dapat bergerak bebas lebih banyak diam dari pada melakukan sesuatu yang dapat menransang perkembangan motoriknya.
-          Ketegangan emosi menggangu ketangkasan motorik. Kesiapan tubuh untuk berpiralaku dalam permainan ketakasan motorik menjadi berat, menyebabkan anak menjadi kaku dan canggung, serta dapat mengakibatkan gangguan bicara antara lain menggagap.[4]



BAB III
INTERVENSI UNTUK MENGATASI GANGGUAN PERKEMBANGAN MOTORIK

Jurnal  THE IMPACT OF EDUCATIONAL PLAY ON FINE MOTOR SKILLOF CHILDREN yang disusun oleh Mojgan Farahbod Asghar Dadkhah, Ph.D., yang dimuat dalam jurnal Middle East Journal of Family Medicine Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk membandingkan koordinasi mata-tangan, koordinasi tangan-tangan dan kecepatan keterampilan tangan (kanan dan kiri) dalam dua kelompok anak-anak.
Dalam jurnal tersebut Schaaf (1990) menyatakan bahwa menerapkan pendekatan integrasi sensorik dalam terapi okupasi untuk anak-anak sebelum-sekolah dan menunjukkan efek pengobatan melalui penilaian perilaku bermain. Bundy (1993) menyatakan bahwa terapis okupasi menggunakan bermain sebagai sarana untuk menciptakan keberhasilan terapi. Dia merekomendasikan bahwa terapis okupasi harus memberikan definisi yang tepat dari bermain. Karena bermain merupakan sarana penting untuk intervensi, itu harus dibedakan dari kegiatan yang tidak- bermain. Jika terapis okupasi percaya pada pentingnya bermain mereka akan menganggapnya sangat serius. Perlakuan komponen dasar keterampilan, seperti keterampilan motorik halus dan kasar, yang ada dalam anak bermain, dapat menjadi pendekatan intervensi (Bundy & Clifford, 1989).[5]
               
a.    Terapi Okupasi
Occupational therapy berasal dari kata occupational yang artinya aktivitas dan therapy berarti penyembuhan atau pemulihan, sehingga occupational therapy adalah proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan.
Sebagian penyandang kelainan perilaku, juga mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila dibandingkan anak normal sesusianya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan kemampuan ototnya. Otot jari tangan misalnya, sangat penting dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangan. Seperti juga menunjuk, bersalaman, memegang raket, memetik gitar, main piano, dan lain-lain.[6]

BAB VI
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Perkemabangan fisik atau disebut juga perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kemabangnya kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan motorik ini meliputi perkembangan motorik kasar dan dan motorik halus.
Pada usia sekolah di mana aktivitas anak mencapai puncaknya, sangat tinggi kemungkinan terjadinya kelelahan atau kecelakaan yang dapat menimbulkan gangguan motorik. Gangguan perkembangan lain yang banyak muncul pada masa anak anatara lain gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, lambat belajar, gangguan pemusatan perhatian attention deficit disoreder, dan lain-lain.
Sebagian penyandang kelainan perilaku, juga mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila dibandingkan anak normal sesusianya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan kemampuan ototnya. Otot jari tangan misalnya, sangat penting dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangan. Seperti juga menunjuk, bersalaman, memegang raket, memetik gitar, main piano, dan lain-lain.


[1] Elizabeth B.Hurlock, “Perkembangan Anak”, Jilid 1, pernerbit erlangga, hal.150
[2] Dr.Zulehah Hidayati, “Anak Saya tidak nakal, kok”, penerbit B First, PT Bentang Pustaka, hal.61
[3] Aulia Fadhli, “Buku Pintar Kesehatan Anak”, 2010, Pustaka Anggrek, Yogyakarta. Hal.10
[4] Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa, “asas-Asas Psikologi : Keluarga Idaman”PT BPK Gunung Mulia, Hal. 61
[5] Journal THE IMPACT OF EDUCATIONAL PLAY ON FINE MOTOR SKILLOF CHILDREN
[6] Jurnal Proveitae, Volume 2, FAK.UNIV Psikologi Tarumanegara , Jakarta, OBOR INDONESIA.

No comments:

Post a Comment